GANCARAN TEMBANG MACAPAT
Asmaradana
Gegarane
wong akrami
Dudu
bandha dudu rupa
Among
ati pawitane
Luput
pisan kena pisan
Yen
gampang luwih gampang
Yen
angel, angel kalangkung
Tan
kena tinumbas arta
Gancarane : menawa
pawitane wong rabi kuwi dudu bandha dudu rupa. Tegese dudu golek wong ayu, dudu
wong sugih, dudu kawibawan, lan sapiturute. Ananging among ati pawitane. Atine
sapa? Atine wong loro lanang lan wadon. Sebab jodho iku angel-angel gampang.
Yen kena ya kena pisan, yen luput ya luput pisan. Ora bisa bola bali. Yen angel
ya angel banget. Ora kena dituku nganggo dhuwit.
PANGKUR
Sekar Pangkur kang
winarna
lelabuhan kang kanggo wong aurip
ala lan becik puniku
prayoga kawruhana
adat waton puniku dipun kadulu miwa ingkang tatakrama
den keesthi siyang ratri
lelabuhan kang kanggo wong aurip
ala lan becik puniku
prayoga kawruhana
adat waton puniku dipun kadulu miwa ingkang tatakrama
den keesthi siyang ratri
Gancaranne :
tembang pangkur yang diciptakan
yang digunakan dalam kehidupan
baik dan buruk itu
sebaiknya ketahuilah
adat dan peraturan itu dilihat
dan juga tata krama
dan juga tata krama
niatkanlah setiap hari siang, malam
DANDANGGULA
sakehing kan dumadi makardi
lir Hyang Widhi kan tansah makarya
nguribi jagad tan leren
surya, candra lan bayu,
bhumi, tirta kalawan agni
peparing panguripan
mring pamrih wus mungkur
anane nuhoni dharma
iku dadya sastra cetha
tanpa tulis
nulat lakuning alam
Gancaranne :
semua yang ada ini
berkerja
bahkan Tuhan pun bekerja
menghidupi dunia ini
tanpa henti
matahari, bulan, angin,
bumi, air dan api
semua bekerja demi
kelangsungan hidup tanpa pamrih
dasarnya hanyalah merasa
wajib
alam adalah “ilmu nyata”
kita wajib meniru
dharmanya
POCUNG
Bapak Pucung.
Cangkeme madhep mandhuwur.
Sabamu ing sendhang.
Pencoanmu lambung kereng.
Prapteng wisma.
Si pucung mutah guwaya.
Cangkeme madhep mandhuwur.
Sabamu ing sendhang.
Pencoanmu lambung kereng.
Prapteng wisma.
Si pucung mutah guwaya.
Bapakpucung.
Renteng-rentengkoyokalung.
Dowokoyoulo.
Pencoanmuwesimiring.
Singdisobo.
Si pucung mung turut kutho.
Renteng-rentengkoyokalung.
Dowokoyoulo.
Pencoanmuwesimiring.
Singdisobo.
Si pucung mung turut kutho.
GANCARANE :
Durung tak gawe…….
Tembang Gambuh
sekar
gambuh ping catur
kang
cinatur polah kang kalantur
tanpa
tutur katula tula katali
kadaluarsa
katutuh
kapatuh
pan dadi awon
wonten
pocapanipun
adiguna
adigang adigung
adigang
kidang adigung pan hesti
adiguna
ula iku
telu
pisan mati sampyuh
GANCARANE :
Pupuh yang pertama berisi tentang
keutamaan sikap, bahwa dalam kehidupan ini kita harus saling menasehati dan
mengingatkan. Yaitu menasehati dalam hal kebaikan agar jika ada kesalahan kita
bisa memperbaiki dan kembali kepada jalan yang benar. Konteks dari pitutur itu
bisa diterapkan dalam kehidupan berskala sempit maupun luas. Dalam keluarga,
ayah sebagai kepala keluarga senantiasa menerapkan fungsi kontrol terhadap
anggota keluarganya, istri dan anak-anaknya. Namun sebagai kepala keluarga pun
tidak menutup kemungkinan untuk berbuat salah, di sini peran anggota
keluarganya adalah untuk mengingatkan. Jika fungsi kontrol itu dapat berjalan
dengan baik tentu akan tercipta keselarasan dalam kehidupan rumah tangga. Demikian
pula dalam kehidupan bermasyarakat, sangat diperlukan petuah dan nasehat,
terutama yang dipandang sebagai tokoh masyarakat menasehati kaum muda agar
tidak terseret dalam arus yang negatif. Mengingatkan anggota masyarakat yang
mlenceng dari norma dan aturan agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang
sejahtera. Yang paling luas adalah terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Merupakan kewajiban kita warga negara memberikan kontribusi menjalankan fungsi
kontrol terhadap para pemimpin negara agar keadaan negara yang sedang sakit ini
tidak semakin terpuruk ke dalam kebobrokkan.
Pupuh yang kedua merupakan pitutur
yang menggunakan contoh hewan yaitu, rusa, gajah, dan ular. Ular terkenal
dengan kecepatannya berlari, gajah bertubuh besar dan kuat bertenaga sedangkan
ular mengandalkan bisanya yang ampuh mematikan. Dikisahkan dalam pupuh tembang
itu akhirnya ketiga hewan yang saling beradu kekuatan tersebut “mati sampyuh”
alias tewas secara bersama. Pitutur tersebut mengisyaratkan bahwa manusia
apabila mengandalkan kekuatan di dunia fana ini adalah tindakan yang sangat
merugi, karena Sang Maha Pencipta memberikan kekuatan terhadap ciptaannya bukan
untuk saling mencederai tapi untuk saling melengkapi. Penerapannya makna
filosofinya juga dapat berskala kecil maupun besar. Untuk skala kecil tentu
dapat dimaknai dengan kearifan kita masing-masing. Dalam skala besarnya,
silakan tebak sendiri, dengan mengikuti trending berita saat ini. Semoga dengan
mengungkapkan sedikit tentang tembang gambuh yang sarat pitutur ini ada manfaat
bagi kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar